Pancasila
Menurut buku yang saya pelajari waktu masih duduk di Sekolah Dasar, Indonesia mempunyai sebuah landasan yang mendasari bagaimana hukum dirancang, keputusan diambil, pemerintahan berjalan, dan masyarakat berperilaku. Landasan itu adalah Pancasila. Tapi apakah 5 kalimat dalam Pancasila itu hidup? Atau hanya sekedar soal ulangan anak SD yang harus dihapal?
Soekarno menyatakan bahwa Pancasila sudah ada dalam diri bangsa Indonesia bahkan sebelum Pancasila itu sendiri dirumuskan. Kata-kata dalam Pancasila hanya “menggali” nilai- nilai itu, menurutnya. Ia begitu optimistis sampai berani menjadikan Pancasila sebagai landasan paling dasar Indonesia. Mungkin pada saat itu beliau belum menyadari bahwa Pancasila terlalu indah untuk menjadi kenyataan , terlalu sulit untuk dijalani, dan pada akhirnya hanya menjadi tulisan mati.
Sila pertama sudah menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya pada Tuhan. Tapi coba lihat kenyataannya. Di sini rumah dan tempat ibadah bisa dibakar dan dihancurkan hanya karena pemiliknya mempunyai keyakinan yang berbeda. Orang yang dibilang “sesat” menangis dan berdoa selagi yang mengaku dirinya “lurus” membakar dan melempari rumah dan tempat ibadah mereka dengan batu. Apa Tuhan pernah menyuruh kita memukuli setiap orang yang berbeda keyakinan? Bukannkah kita menyembah Tuhan yang sama? Mereka berkata mereka percaya Tuhan tapi saya melihat mereka lebih mencintai agama mereka ketimbang mencintai Tuhan itu sendiri. Saya tidak terlalu mengerti cara berpikir Tuhan tapi saya cukup yakin orang-orang itu tidak bisa masuk surga.
Sila yang paling menarik perhatian saya justru adalah sila yang paling pendek: “Persatuan Indonesia”. Indonesia terdiri dari banyak sekali suku bangsa, bahasa, dan budaya; kita semua tahu itu. Yang tidak semua orang tahu adalah perbedaan itu seharusnya menjadi kekayaan, menjadi benefit, bukan menjadi penghalang keharmonisan. Beberapa orang di negara ini lebih suka lingkungannya hanya dihidupi orang-orang satu ras, satu agama, atau setidaknya dari satu golongan yang sama dengan mereka. Saya mengartikan kata “persatuan” pada sila ke-3 sebagai di mana kita bisa melupakan agama, ras, dan warna kulit kita dan mengakui bahwa kita adalah satu Indonesia. Jelas sekali sila ini masih jauh dari kenyataan. Kebanyakan orang masih memandang orang lain berdasarkan agama dan sukunya. Saat seorang pendeta melakukan kesalahan maka orang Kristen dianggap bodoh, saat Butet punya suara merdu maka semua orang Batak pandai bernyanyi. Begitu mudahnya mengeneralisasi segala sesuatu berdasarkan SARA seolah-olah setiap orang punya label yang bertuliskan agama dan suku di jidat tiap orang yang mereka temui. Betapa sulitnya masyarakat kita menerima ide “berbeda itu indah”. Apakah anda lebih menikmati menonton dari TV hitam-putih daripada yang berwarna? Saya rasa tidak.
Loh kok tiba2 ngepos ginian?haha. Tenang-tenang blog ini tidak dibajak kok (twitter kali dibajak). Di atas adalah tugas essay mata kuliah Kewarganegaran. Berhubung dosennya diganti dan ujung2nya ni essay ga jadi dikumpul daripada mubazir gw memutuskan untuk mem-post-kannya di blog ini.
Jadi gw disuruh bikin essay tentang persepsi gw tentang Pancasila di Indonesia. Jujur gw bukan orang yang jago bikin essay atau makalah atau sesuatu yang berbau writing. Mendingan gw disuruh ngerjain 10 soal daripada bikin ginian,beneran deh ga jago gw. Buat essay ini aja gw perlu 4jam. *sigh
Despite of all that, ini merupakan murni pemikiran gw tentang Pancasila di negara kita dan Bhinneka Tunggal Ika.
What do you think?
Oh you don’t even wanna read it. great..
0 comments: