Esai Tentang Puisi

10:30 AM Unknown 0 Comments

Di bawah adalah sebuah esai singkat yang saya tulis untuk ujian tengah semester kuliah Apresiasi Sastra. 
Saya kira tidak terlalu buruk, jadi saya tulis ulang di sini.




Kecintaaanku terhadap puisi timbul dari kecintaanku akan bahasa tulis. Mengagumkan, menurutku, bagaimana torehan tinta di atas kertas memainkan perasaan kita. Seakan-akan sang penulis memasukkan isi kepalanya ke dalam kertas lalu dipindahkan ke dalam pikiran kita. Seperti sihir. 

Kemudian mulailah aku mencoba menulis puisi. Berbeda dengan novel, sebuah puisi tidak boleh(?) fiktif. Puisi mensyaratkan kejujuran. Kau bisa menambahkan bumbu dalam kata-katamu untuk membuatnya lebih enak didengar, tapi kau tak bisa berbohong dalam puisi mu. Aku percaya tak ada puisi yang baik terlahir dari sebuah kebohongan. Tak ada puisi bahagia ditulis oleh seorang yang sedang patah hati.

Aku menyadari bahwa aku bukan orang yang pandai menunjukkan apa yang kurasakan, atau pikirkan. Terlampau sering emosi mengotori apa yang ingin aku ucapkan sehingga yang keluar bukan yang kumaksudkan. Untuk itu aku berterimakasih pada siapapun dia yang menciptakan kertas dan pena, karena dengan itu aku bisa memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apa yang kepala ini pikirkan. Dengan berpuisi aku bisa bebas berbicara tentang apa yang kurasakan, tanpa takut dinilai salah. Karena di atas kertas itu aku lah yang berkuasa. Pikiranku, tulisanku, puisiku.

Puisi adalah perasaan yang menjadi kata-kata. Namun hanya kata-kata pun tidak cukup dianggap puisi. Puisi membutuhkan keindahan. Penulis yang hanya menuliskan perasaannya secara serampangan adalah penulis yang egois, tak pantas disebut penyair. Dan tulisan itu belum puisi, cukup sebuah catatan. Setiap kali menulis puisi aku berharap aku dapat mengirimkan sebuah perasaan. Aku berharap aku bisa melakukan sihir itu, melalui puisi.

Rainer Maria Rilke, seorang penyair asal Jerman menulis dalam suratnya (terjemahan), “Jika kehidupan sehari-harimu tampak malang, jangan salahkan kehidupan; salahkan dirimu sendiri karena kau tidak cukup puitis untuk memanggil kekayaannya.” Aku setuju dengan Rilke. Aku melihat terlalu banyak orang mengeluh tentang kehidupannya. Sayang, tidak semua orang berpuisi. Tidak semua orang dapat mengekstrak keindahan dari dunia. Aku melihat puisi sebagai cara untuk melakukan itu: mencari keindahan dari apa yang diberikan kehidupan ini. Hanya dengan begitulah kita sepenuhnya menjadi manusia.

0 comments: